“Halo….iya ma…bentar lagi
juga nyampe rumah kok…ni lagi naik bis…”kataku sambil sedikit mengeraskan
volume suaraku karena keadaan sekitarku yang bener-bener gaduh banget. Aku
Karen Aurelita Kamandika, seorang gadis berumur 24 tahun yang baru saja
menyelesaikan studi S1 arsitek dan sekarang berencana ingin kembali menjadi
penghuni kamarku yang tentu saja lebih besar daripada kamar kosku. “Apa
ma???naik taksi???kan
mahal mama…..lagian aku sudah biasa naik bis kok….”jelasku pada mama yang terus
mengomeliku karena aku memilih naik bis daripada dijemput pak Jono, sopir
pribadi mamaku atau naik taksi. “Halo ma…mama…sinyal jelek ma….halo…”kumatikan
hapeku daripada terus mendengar omelan khas mamaku yang super duper bawel.
Kulihat keluar jendela bis, kuhirup udara luar bis seolah udara ini adalah
udara yang paling segar, padahal sudah diketahui banyak orang bahwa udara di kota ini sudah sangat
kotor dan mungkin beracun. Kupeluk erat tas yang ada di pangkuanku, tak sabar
aku pulang ke rumah.
“Assalamualaikum
ma….”salamku pada mama yang ternyata sudah berdiri di depan pintu gerbang.
Kucium tangan mama dan kupeluk mamaku yang tersayang. “Kenapa mama ada di
depan???ntar kalo masuk angin gimana???”protesku pada mama. “Lha kamu pake
acara matiin hape segala….mama kan
khawatir kamu kenapa-napa???”mama memandangiku penuh dengan kekhawatiran. Aku
jadi merasa bersalah pada mama. Kupeluk mama erat,”Maafkan Karen ya ma????”. Aku
jadi merasa sangat berdosa telah memberikan beban tambahan kepada mama, padahal
bebannya sudah terlalu banyak karena kehidupan yang harus dilaluinya ini.
Makan malam..
“Makan yang banyak sayang,,,soalnya
kamu keliatan kurus banget….gak pernah makan ya di sana …???”tanya mama sambil mengambilkan nasi
goring hati kesukaanku, yang jumlahnya terlalu banyak. “ Sudah
mama…cukup….”kataku sambil mengambil piringku dari tangan mama. “Oya….ada
undangan tuh dari Rian…”kata mama. “ Undangan apa ma???Rian mau disunat
lagi????Pengin dapet duit banyak lagi…kayak dulu…”kataku sambil sedikit tertawa.
“Eh..anak gadis gak boleh makan sambil tertawa kayak gitu…ntar sulit jodoh
lho..”kata mama. “Ada-ada saja mama ini….emang undangan apa???”tanyaku
pada mama. “Ntar sehabis makan kamu liat sendiri aja…”kata mama
pendek lalu melanjutkan makannya lagi. Aku juga sama, kulanjutkan makanku tanpa
sepatah katapun karena dalam benakku yang ada hanyalah Rian, sahabatku sejak
sama-sama masih dalam kandungan….he…enggak ding….kita sahabatan dari TK sampe
mungkin sekarang…tapi itu hanya mungkin.
Hah....Menikah!!!???
Malam ini aku gak bisa tidur sama sekali, kucoba berulang kali tetap saja
mataku tidak mau terpejam. Semua cara telah aku lakukan supaya aku bisa tidur,
dari mengganti posisi tidur sampe posisi bantal, dari cara menghitung domba
sampai menghitung anak tetangga. Semuanya telah aku lakukan tapi tetap saja
tidak bisa. “Aaarrrggghhh….kenapa sih….kenapa gue gak bisa tidur…”omelku pada
diriku sendiri. Kulihat secarik kertas undangan di meja belajarku. “ Semua
gara-gara itu sih…??”, sekarang kertas undangan yang ku omelin. Kertas itu
kuambil dan kubaca ’…akan menikah Andrian Manunggal Putra dengan Dewi Kartika
Lestari….’ lalu kertas itu kuletakkan lagi. Aku merasa tak sanggup
lagi. ” Kenapa semua ini harus terjadi…”tanyaku pada diriku sendiri.
Keesokan harinya yang merupakan hari yang paling panas menurutku, sehingga
aku penantianku, semua kesabaranku, semua harapanku, dan semua kerja kerasku
agar aku bisa cepat lulus S1 ternyata sia-sia. “Kenapa ini hanya mengenakan
celana pendek dan tank top saja tapi aku juga memakai cardigan karena aku akan
mengunjungi rumah orang lain, dimana aku harus menjaga kesopananku.
“Assalamualaikum…”salamku pada pembantu yang sedang sibuk membersihkan taman.
“Waalaikum salam….mau ketemu sama siapa neng….???” tanya pembantu itu ramah.
“Hmmm…Rian ada bi??”tanyaku agak ragu. “Oh..temennya den Rian ya???Den Riannya
ada kok…silahkan masuk…”kata pembantu itu sambil mempersilahkan aku masuk dan
sekali lagi dengan sanga ramah. “Makasih ya bi..”kataku sambil duduk di teras
depan tentunya setelah dipersilahkan duduk. “Minum apa neng???” tanya pembantu
itu masih dengan keramahannya. “Tidak usah…makasih…”kataku sambil berusaha
bersikap ramah juga. “Baiklah kalo begitu…saya permisi dulu neng….saya
panggilkan den Rian…permisi..” ucap pembantu itu sambil pergi. “Busyet…masih
ada juga pembantu yang seperti dia….menyenangkan sekali…”gumamku. Aku
melihat sekeliling teras dan ternyata tidak ada yang berubah. Tatanannya masih
sama seperti dulu, bunga-bunganya, bentuk tamannya, masih sama dengan yang dulu
5 tahun lalu ketika aku kesini berpamitan untuk melanjutkan studiku di luar
negeri. “Emang orang di rumah ini gak bosen apa…gak pernah diganti sama
sekali…tingkat seninya gak ada sama sekali…”kritikku. “ Iya…semenjak gak ad
aloe…di sini gak ada yang ngatur-ngatur lagi….ya beginilah..” tiba-tiba suara
seseorang mengagetkanku dari belakang. Aku menengok kea rah suara itu.
Kutemukan sesosok yang hampir 5 tahun ini pingin kutemui. “Rian….”kataku tersendat.
Seperti kerongkonanku kemasukan kelereng sepupuku. “Hai….Karen…ternyata loe
masih inget ya ma gue…”katanya sambil tersenyum manis. “Ya tentu saja masih
ingat…kaena selama ini yang kutuju cumin di sini…”gumamku tanpa bisa mengucap
sepatah katapun dari mulutku yang biasanya bawel seperti mamaku.
Sekarang aku dan Rian duduk berhadapan, jarak antara kita yang biasanya
beratus ratus kilometer sekarang hanya setengah meter, tapi kami tak bisa
berkata sepatah katapun. Kami saling membisu. Akhirnya kuberanikan diri untuk
memulai pembicaraan. “Hhhmmm…Rian…ada yang mau gue tanyain sama loe…”kataku
sedikit berhati-hati. “ya…”kata Rian dengan nada sedih. “ Beneran nih loe mau
nikah???”tanyaku pelan tapi pasti. Rian mengangguk. “Syukurlah…kalo akhirnya
loe nemuin jodoh loe…”kataku berusaha tegar dihadapannya padahal hatiku sudah
menangis tersedu-sedu dan air mata hatiku sudah seember mungkin. “Kapan
pestanya..?”kucoba bertanya lagi. “Bulan depan..”kata Rian lirih. “Ow…sebentar
lagi ya….”kataku yang kini mulai garing. Waktu terus berlalu dengan diam kami
berdua. Akhirnya kami berdua tenggelam dalam waktu yang terus merangkak
sementara kami hanya duduk membisu dan tertunduk. “Aku pulang dulu ya….udah
sore…”kataku sambil beranjak meningalkan kursiku yang sudah terasa panas.
“Kenapa loe gak pernah pulang Karen….!!!”teriak Rian tiba-tiba. Aku tersentak
kemudian memandang wajahnya yang ternyata diliuti kesedihan yang maendalam.
“Kenapa loe gak pernah tengokin gue…kenapa???gue piker loe udah gak nganggep
gue sahabat loe lagi…gue piker loe lebih memili tinggal di
sana….Karen…kenapa??”tanyanya. “Padahal gue disini butuh loe….gue selalu nunggu
loe pulang dari sana…”kata Rian di dalam isaknya. Aku juga terlarut dalam
kesedihan yang dialaminya. Ternyata apa yang kurasakan juga dirasakan olehnya.
“Maafin gue Rian…maaf….disana gue juga harus menhghadapi cobaan dan hari-hari
yang sabgat berat tanpa loe….tapi gue harus belajar…semuanya demi kebahagiaan
nyokap gue Rian…maafkan gue…telah ngesampingkan loe….”kataku sambil menitikkan
air mata. “Gue sayang loe..Karen..”kata Rian sambil memelukku. Aku hanya bisa
menangis sejadi-jadinya, karena yang kutahu Rian takkan mungkin jadi Rianku
lagi. “Kita kabur aja, berdua…gimana???”ajak Rian sambil memandang mataku. “Gak
bisa…gue gak bisa lakuin itu…”kataku sambil memalingkan pandangannya. “
Kenapa…”tanyanya dengan nada agak keras. “ Loe sudah menjadi milik orang lain
Rian…gak mungkin loe ninggalin gadis itu…gadis itu pasti akan malu…loe gak
kasihan…???”tanyaku. “Peduli amat ma dia…dia cewek pilihan papa…bukan pilihan
hati gue…pilihan gue cumin loe…”kata Rian. Rian kemudian menarik tanganku
menuju ke luar rumah. “ Maaf Rian…gue gak bisa…gue gak bisa ninggalin nyokap
gue….dia sendirian di rumah…dia butuh gue….”kataku memberikan alas an. “Emang
gue gak butuh loe…gue lebig butuh loe…”kata Rian keras. “Gak bisa….gak…gue gak
mau menjadi wanita pengahancur harapan dan impian wanita lain seperti wanita
jalang yang elah merebut papa dari mamaku…gue gak mau menjadi seperti itu…gak
mau…”teriakku smbil meninggalkan Rian. “Terserah loe Karen…gue gak pernah
menjadi milik siapapun selain menjadi milik mu….tak akan pernah…gue janji
itu….”teriak Rian. Aku melihanya sekali sebelum aku keluar dari pintu
gerbangnya. “Maafkan aku Rian…maaf…semua sudah terlambat untukku mendapatkan
kamu…”kataku dalam hati.
Pesta pernikahan
Akhirnya aku datang juga ke pernikahan Rian, setelah semua alasan kupakai
buat membuat mama tidak memaksaku untuk pergi ke pesta ini. Tapi apa daya,
ternyata mama lebih cerdik daripada aku. Akhirnya aku disini, bersama mama.
“Hey…jeng Stephie….dah lama gak ketemu ya???”sapa tante Lia, mama Rian akrab.
“Iya…maklumlah bu..banyak kerjaan..”mama memberikan alas an.
“Oh..iya..ya..sekaag jeng kan single parents, jadi ya segalanya di urus sendiri
ya???”kata tante Lia lagi. mama hanya bisa tersenyum tipis. “Ini…ini..jangan-jangan
Karen ya???”Tanya tante Lia sambil menari lenganku. “Iya tante…saya
Karen..”kataku sambil berusaha tersenyum walaupun tanganku tersasa sangat sakit
karena cengkeraman tante Lia hamper seperti harimau. “Kamu tambah cantik
aja….seharusnya Rian sama kamu aja ya…tante pasti tambah seneng deh…”ujar tante
Lia. Aku hanya bisa tersenyum tipis, mungkin lebih tipis dari senyuman tipis
mamaku tadi. ”Tapi kan sekarang Rian dapat yang cantik juga tante...”ujarku
seraya berusaha melepaskan tanganku dari cengkeraman tante Lia. ”Dewi memang
cantik, baik lagi, tapi tante merasa kurang srek aja ma dia....tapi kalo
kamu...tante pasti langsung 100% setuju...”kata tante Lia sambil menatapku. Aku
kaget ketika melihat mata tante Lia yang begitu sayu dan menyimpan kepedihan. ”Oy,
mungkin kamu mau menemui Rian dulu sebelum dia menjadi milik Dewi Karen....dia
ada di ruang tengah...kamu kesana aja ya...ayo jeng..kita kumpul sama ibu-ibu
yang lain...”kata tante Lia sambil menyeret mamaku sebelum aku berujar sepatah
katapun. Aku menghela nafas dalam dan dalam. ”Apa boleh buat...inilah
kenyataannya...”ujarku seraya beranjak menuju ke ruang tengah.
Di ruang tengah, kulihat sosok yang paling kukenal dalam hidupku sedang
duduk bersimpu kedua tangannya. Aku berusaha menghapus kesedihanku agar tidak
tampak cengeng dihadapannya. ”hai Rian...murung aja loe...padahal kan ini hari
yang paling bersejarah buat loe...”sapaku sambil merangkul pundaknya. Tapi
tiba-tiba Rian memelukku dengan sangat erat. ”Kenapa semuanya berakhir seperti
ini???padahal gue pengin selalu berada di dekat loe...selamanya...”katanya
sambil terus memelukku. ”Hey...kenapa loe ngomong kayak gitu sih...loe itu mau
menikah...bukan mau meninggal...dasar bego...”kataku sedikit bercanda untuk
mancairkan suasana menjadi lebih rileks dan santai. Rian melepaskan pelukannya
dan dia memandangku. Aku menatap matanya dan aku merasa ada perasaan yang
tiba-tiba muncul yang akan membuatku sedih selamanya, ”mungkinkah perasaan
sedih karena akan ditinggal kekasihnya untuk menikahi orang lain???”batinku.
”apakah loe mencintai gue???”tanya rian serius. ”Apa-apaan sih loe...jangan
bercanda deh...”ledekku sambil menjitak kepala Rian. ”Gue serius Karen...gue
pengin jawaban dari loe sekarang juga....”kata Rian sambil memegang pundakku. Aku
hanya bisa tertunduk di hadapan Rian. Aku mengangguk lemah. ”Iya..gue juga
cinta sama loe. Lima tahun gue di Inggris, merupakan waktu yang paling
menyiksakan bagi gue...karena gue gak bisa ketemu ma loe...dan acara ini juga
acara yang paling menyakitkan bagi hati gue...karena gue akan menjadi saksi
pernikahan orang yang gue sayangi dengan orang
lain....makanya....gue..”tangisku pun akhirnya meledak sudah. Kusandarkan
kepalaku pada bahu Rian. ” gue seneng banger bisa denger itu dari loe
sendiri..Karen...gue bahagia banget...”ujar Rian sambil tersenyum senang
seperti mendapatkan undian berhadiah. Aku mendapati wajah Rian yang sudah pucat
pasi, lalu tiba-tiba dia jatuh dari pelukanku ke lantai. Kupandangi Rian yang
kini tertidur di lantai dengan darah mengucur deras dari nadi tangan kirinya.
”Riannnn...!!!!!”teriakku sekencang-kencangnya.
Pemakaman..
”Rian...Rian....”teriakku sambil terus menangisi proses pemakaman Rian. ”Sudahlah
Karen...relakanlah kepergian Rian....biar jalan nya diberi cahaya...”kata mama
sambil terus memelukku. Setelah pemakaman selesai, tante Lia mendekatiku yang
masih tertunduk melihat gundukan merah yang dipenuhi bunga-bunga
berwarna=warni. ”Karen....tante cuman mau ngasih tahu sesuatu sama kamu....Rian
pernah bilang sama tante, dia tidak akan pernah mau menikah selain sama kamu...dia
menuggu kamu waktu kamu lagi kuliah di luar negeri...setiap hari berharap kamu
pulang dan mengajak dia bermain dan bercanda lagi...bahkan dia sampai tidak
pernah pacaran sama gadis manapun hanya karena menunggu kamu...tapi kehendak
berkata lain..usaha papa Rian terlilit hutang...untuk menebusnya, papa Rian
harus menikahkan Rian dengan anak yang menghutangi uang pada om. ”kata Tante
Lia pada Karen. Aku memandang ke wajah tante Lia yang sangat sayu dan sedih.
”Rian selalu saja menolak jika harus bertemu sama si Dewi....dan pada
puncaknya, Rian menolak mentah-mentah Dewi dan terjadilah keributan yang
besar.. akan tetapi papa Dewi memberikan tawaran untuk Rian, jika dalam waktu
seminggu Rian mendapatkan pacar maka Rian bisa melepaskan Dewi, tapi jika
tidak...dia mau tak mau harus manikah dengan Dewi...Rian menyanggupinya, akan
tetapi...”cerita tante Lia. ”Rian menunggu Karen...dan Karen gak pernah
datang....ya kan??”kata karen sambil menangis. ”Semua ini salah Karen tante...seandainya
Karen pulang lebih awal...mungkin Rian masih hidup tante..”sesal Karen. ”
Sudahlah sayang....mati dan hidup seseorang ada di tangan Tuhan kan???kita gak
bisa mengganggu gugat masalah yang satu itu. ”kata tante Lia sambil terus
memeluk Karen yang masih terus menangis. ”Rian....loe akan slalu tetap di hati
gue...sampai kapanpun dan dimanapun...semua kenangan tentang loe takkan pernah
kulupakan...selamanya...”ujarku dalam hati sambil memegang kalung beruang dari Rian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar